Meski anggota Bawaslu Kabupaten Banggai untuk masa jabatan 2018-2023 telah menjalankan tugas selama kurang lebih 6 (enam) bulan terhitung sejak saat pelantikan dan pengucapan sumpah pada 16 Agustus 2018 di Jakarta, namun proses seleksi yang pernah melibatkan Timsel sejak 21 Juni hingga 21 Agustus 2018 yang lalu, masih menyisahkan perkara di Pengadilan TUN Palu. Pihak Penggugat dalam perkara bernomor: 36/G/2018/PTUN.PL adalah seorang mantan calon yang pernah dinyatakan gugur ketika proses seleksi berlangsung. Sedangkan pihak Tergugat adalah mantan Timsel Zona 2.
Dalam pokok perkara, Penggugat mendalilkan bahwa Pengumuman Hasil Tes Kesehatan dan Wawancara Calon Anggota Bawaslu Kabupaten yang pernah dikeluarkan Timsel Zona 2, No: 06/Timsel-Z2/Bawaslu.Kab/VIII/2018, tertanggal 6 Agustus 2018, dinilai merugikan Penggugat karena namanya tidak tercantum dalam pengumuman itu.. Atas dasar itu, Penggugat mengajukan petitum kepada Hakim PTUN Palu agar membatalkan atau menyatakan tidak sah pengumuman Timsel Zona 2 Nomor: 06/Timsel-Z2/Bawaslu.Kab/VIII/2018.
Jika klaim negara hukum dijadikan dasar, kita tentu mengapresiasi sikap Penggugat yang menempuh upaya hukum lewat PTUN terkait gugatan terhadap pengumuman mantan Timsel. Demikian pula PTUN, tentu harus memeriksa, mengadili, dan memutus perkara itu karena atas dasar ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman. Namun lebih dari itu, naluri akademik juga bergejolak untuk menguji dan menilai dari aspek teoritis dan logika hukum terhadap pokok perkara yang diajukan oleh Penggugat.
Gugatan Bias Subjek
Gugatan terhadap Timsel Zona 2 yang diajukan Penggugat ke PTUN Palu terdaftar pada tanggal 2 November 2018. Lalu, Penggugat mendalilkan bahwa gugatan itu belum melampaui batas waktu yang ditetapkan dalam Pasal 55 UU PTUN (UU No. 5 Tahun 1986), yakni: Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Terkait dengan waktu (tanggal) gugatan yang didaftar di PTUN Palu, penulis berpendapat bahwa Penggugat salah alamat menggugat Timsel Zona 2. Sebab, tugas Timsel Zona 2 sudah berakhir ketika mengajukan nama-nama calon (disusun berdasarkan abjad) kepada Bawaslu RI. Jumlah nama-nama calon yang diajukan Timsel adalah sebanyak 2 (dua) kali dari jumlah calon anggota Bawaslu Kabupaten yang berakhir masa jabatannya (Pasal 130 UU Pemilu). Kapan Timsel mengajukan nama-nama calon kepada Bawaslu RI melalui Bawaslu Sulteng?
Pada tanggal 6 Agustus 2018, bersamaan dengan terbitnya pengumuman Timsel Zona 2 No: 06/Timsel-Z2/Bawaslu.Kab/VIII/2018, Timsel telah mengajukan atau menyerahkan 10 (sepuluh) nama calon kepada Bawaslu RI melalui Bawaslu Sulteng. Pada tanggal yang sama pula (6 Agustus 2018), Bawaslu RI melalui Bawaslu Sulteng menerima dan langsung menindak-lanjuti dengan mengeluarkan surat undangan kepada 10 (sepuluh) nama calon anggota Bawaslu Kabupaten untuk mengikuti Fit and Proper Test pada tanggal 7 – 9 Agustus 2018 di Hotel Best Western Palu. Jadi, dengan merujuk pada Pasal 130 ayat (1) UU Pemilu, maka tanggal 6 Agustus 2018 adalah tanggal (batas waktu) yang menandai berakhirnya tugas Timsel Zona 2 dalam melakukan proses penyaringan dan penjaringan, dan berakhir pula tanggung-jawab Timsel Zona 2 dalam proses seleksi. Lalu, tanggung-jawab beralih (bola berpindah tangan) kepada Bawaslu RI melalui Bawaslu Sulteng (penerima mandat) untuk menilai kelayakan calon melalui metode diskusi kelompok.
Perlu dipahami, bahwa tugas dan tanggung-jawab Timsel terikat dengan kuasa waktu (tijd-gebied). Lalu, karena kuasa waktu itu berakhir pada tanggal 6 Agustus 2018, maka gugatan pihak Penggugat pada tanggal 2 November 2018 pada dasarnya error in persona. Jadi, Penggugat keliru dalam menggugat mantan Timsel, karena subjek yang tergugat sudah lama terkubur oleh ketentuan kuasa waktu (tijd-gebied). Namun, fakta berbicara lain, mantan Timsel Zona 2 menjelma kembali (reinkarnasi) di ruang PTUN Palu. Dia menjelma dalam wujud persona dengan label Bawaslu RI dan Bawaslu Sulteng. Jika merujuk pada Diktum Ketiga Keputusan Ketua Bawaslu RI Nomor: 0393/K.BAWASLU/HK.01.01/VI/2018 tertanggal 5 Juni 2018, maka tidak ada lagi hubungan hukum antara Bawaslu RI dan Bawaslu Sulteng dengan mantan Timsel Zona 2.
Bagi penulis, sejatinya yang perlu digugat oleh Penggugat adalah Keputusan Bawaslu RI tentang pengangkatan Anggota Bawaslu Kab/Kota masa jabatan 2018 s/d 2023. Sebab, pada Diktum Kelima Keputusan Ketua Bawaslu RI Nomor: 0393/K.BAWASLU/HK.01.01/VI/2018 dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas, Timsel bertanggung-jawab kepada ketua Bawaslu RI. Dalam konteks itu, bisa saja terjadi cacat prosedur dari rangkaian tahapan proses seleksi hingga terbitnya Keputusan Bawaslu RI. Cacat yuridis bisa disebabkan karena salah kira (dwaling) terhadap seorang (calon) dalam berkas seleksi. Jika seandainya faktor dwaling terhadap seorang (calon) dapat dibuktikan dalam sidang PTUN, maka Keputusan Bawaslu RI dimungkinkan dapat dibatalkan (vernietigbaar) oleh hakim PTUN.
Pengumuman Tidak Identik Dengan Keputusan TUN.
Jika keputusan TUN dikonsepsikan sebagai pernyataan kehendak pembentuk UU, dan diwujudkan oleh pejabat TUN dalam bentuk norma konkrit, individual, dan final, serta diberi bentuk (format), maka Pengumuman Timsel Zona 2 No: 06/Timsel-Z2/Bawaslu.Kab/VIII/2018 tentang Hasil Tes Kesehatan dan Wawancara Calon Anggota Bawaslu Kabupaten, tidak termasuk kategori keputusan pejabat TUN. Perubahan status sesorang dari calon menjadi anggota Bawaslu Kabupaten berada dalam kewenangan Bawaslu RI, dan perubahan status itu dibuktikan dengan adanya Keputusan (beschikking). Pasal 131 ayat (3) UU Pemilu sudah menegaskan bahwa Anggota Bawaslu Kabuapten/Kota yang terpilih ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu. Keputusan Bawaslu RI inilah yang terikat dengan ketentuan batas waktu 90 hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UU PTUN, karena Keputusan Bawaslu RI tersebut memenuhi syarat untuk disebut sebagai keputusan pejabat TUN.
Penulis:
Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fak. Hukum UNTAD.
